Gemanegeri.com | Kuantan Singingi – Di tengah dinamika menjelang pemilihan Rektor Universitas Islam Kuantan Singingi (UNIKS) untuk periode 2025-2029, muncul satu nama yang menjadi perbincangan hangat dan penuh harapan di kalangan civitas akademika: Elgamar, Ph.D.
Sosok yang saat ini menjabat sebagai Ketua Senat UNIKS itu dinilai memiliki kapasitas akademik yang mumpuni, integritas moral yang kuat, serta kedekatan emosional dengan segenap lapisan kampus. Tak hanya itu, sebagai putra asli Kabupaten Kuantan Singingi, Elgamar dianggap memahami secara mendalam peran strategis UNIKS dalam pembangunan daerah dan pendidikan generasi muda.
Seorang dosen UNIKS yang enggan disebutkan namanya menyampaikan pandangannya terhadap figur Elgamar.
“Pak Elgamar bukan hanya cerdas dan berpendidikan luar negeri. Yang membuat beliau dihormati adalah sikapnya yang mengayomi, terbuka pada masukan, dan tidak pernah merasa lebih tinggi dari yang lain. Beliau bisa duduk sejajar dengan siapa pun, mulai dari dosen muda sampai staf administrasi,” ujarnya.
Karakter rendah hati dan kepemimpinan partisipatif menjadi ciri khas Elgamar. Ia dikenal sebagai pribadi yang sederhana dalam gaya hidup, namun luas dalam cara berpikir. Tak hanya hadir di ruang-ruang akademik, Elgamar juga aktif dalam forum-forum informal bersama dosen dan mahasiswa.
“Banyak yang menyampaikan kritik atau saran kepadanya, dan tidak pernah sekalipun saya dengar ia merespon dengan defensif. Beliau justru menjadikan itu sebagai bahan perbaikan. Ini pemimpin yang kuat tapi tidak otoriter,” tambah narasumber tersebut.
Dukungan terhadap Elgamar tampak mengalir dari berbagai kalangan, mulai dari dosen struktural, non-struktural, hingga pegawai administrasi. Bahkan, mereka yang biasanya enggan terlibat dalam dinamika kampus turut menyuarakan harapan agar Elgamar menjadi motor penggerak kemajuan UNIKS.
“Bukan karena jabatan, tapi karena sikap. Kami percaya jika UNIKS ingin melangkah lebih maju dan tetap menjaga nilai-nilai keislaman dan kedaerahan, maka Pak Elgamar adalah sosok paling tepat,” tutur salah satu dosen lainnya.
Dengan latar belakang akademik internasional dan kemampuan menjembatani beragam kepentingan di lingkungan kampus, Elgamar dipandang bukan hanya sebagai calon rektor, tetapi sebagai simbol harapan baru bagi UNIKS yang lebih inklusif, unggul, dan bermartabat.
“Beliau bukan tipe yang mencari posisi. Tapi kalau kampus butuh sosok yang bisa menyatukan dan melayani, ya… menurut saya, beliau orangnya,” tutup sang dosen dengan nada optimistis.
Kini, banyak mata tertuju pada langkah Elgamar berikutnya—apakah ia bersedia menerima amanah besar untuk memimpin UNIKS dan membawa universitas ini menuju lompatan kemajuan yang lebih tinggi, tanpa meninggalkan akar nilai yang telah lama menjadi identitasnya.