TEBO, JAMBI (GemaNegeri.com) —
Waktu menunjukkan pukul 12:32 saat sekelompok warga terlihat beristirahat di atas perahu tradisional yang bersandar di tepian Sungai Batanghari, tepatnya di Dusun Pagar Puding Lamo, Kecamatan Serai Serumpun, Kabupaten Tebo. Matahari yang sedikit tertutup mendung tidak menghalangi aktivitas mereka, yang sebagian besar bergantung pada sungai sebagai sumber penghidupan utama. Kala itu, Rabu siang, 18 Juni 2025.
Di bawah atap seng seadanya, empat pria terlihat duduk santai di atas perahu kayu. Satu di antaranya, sambil tersenyum, mengangkat dua jari membentuk simbol perdamaian. Seorang lainnya berdiri dengan kaus klub bola Manchester City, sibuk dengan ponsel di tangan, mungkin mengakses pesan atau peta digital untuk navigasi berikutnya. Ekspresi mereka santai, penuh keakraban dan kehangatan khas masyarakat pesisir pedalaman.
Dari perahu tua yang mereka tumpangi, tergurat pesan-pesan filosofis yang ditulis tangan:
“Hidup harus berani, jangan jadi hamba uang, dan lawan ketidakadilan.”
Kalimat sederhana yang menunjukkan kedalaman pandangan hidup masyarakat sungai—meski jauh dari keramaian kota, mereka memiliki nilai, prinsip, dan semangat bertahan hidup yang kuat.
Pagar Puding Lamo sendiri merupakan wilayah yang secara geografis cukup terpencil, berbatasan langsung dengan wilayah-wilayah hutan dan akses jalan darat yang terbatas. Transportasi air menjadi urat nadi utama bagi masyarakat untuk bepergian, berdagang, bahkan bersekolah.
Potret seperti ini menjadi pengingat, bahwa masyarakat sungai adalah penjaga ekosistem dan budaya yang selama ini jarang tersorot. Mereka hidup bersahaja, namun tetap kuat memegang prinsip dan solidaritas dalam menghadapi tantangan zaman.
Penulis: [Aldian Syahmubara]
Dokumentasi Lapangan: 18 Juni 2025