Sertifikat Pembinaan Tak Kunjung Terbit, Kebijakan Wajib Ijazah MDTA Dipertanyakan

  • Bagikan

TELUK KUANTAN (GemaNegeri.com) – Kebijakan wajib ijazah Madrasah Diniyah Taklimiyah Awaliyah (MDTA) bagi siswa beragama Islam sebagai syarat masuk SLTP sederajat di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau, resmi diberlakukan sejak Maret 2023. Namun hingga kini, implementasinya menimbulkan tanda tanya besar. Salah satunya, belum satu pun siswa yang menerima sertifikat kelulusan pembinaan khusus sebagaimana diatur dalam keputusan bersama antara Bupati dan Kepala Kantor Kemenag Kuansing.

Berdasarkan Keputusan Bersama Nomor: Kpts 101 /III/2023 Nomor: 089 Tahun 2023 (merujuk dokumen 24 Maret 2023) menetapkan bahwa siswa yang belum memiliki ijazah MDTA tetap boleh diterima di SLTP sederajat, dengan syarat mengikuti pembinaan khusus dan memperoleh sertifikat kelulusan dari lembaga pendidikan.

Lebih dari dua tahun sejak diterapkan, belum ada siswa SMP di Kuansing yang menerima sertifikat pembinaan khusus meskipun diwajibkan dalam keputusan bersama Bupati dan Kemenag.

Dimana, dalam diktum ketiga keputusan tersebut, siswa yang belum memiliki ijazah MDTA tetap bisa diterima masuk, asalkan mengikuti program pembinaan dan dinyatakan lulus melalui sertifikat resmi. Namun, hasil penelusuran di sejumlah SMP Negeri di Kuansing menunjukkan fakta berbeda. Sekolah menerima siswa tanpa ijazah MDTA tanpa pelaksanaan program pembinaan yang terstruktur.

Seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di salah satu SMP di Kuantan Tengah yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, “Kami hanya menerima siswa sesuai arahan pimpinan, dulu di tahun 2023 memang ada. Tapi di Tahun 2024 tidak ada program khusus pembinaan baca tulis Al-Qur’an seperti yang diwajibkan itu. Kami juga tidak tahu siapa yang bertanggung jawab menerbitkan sertifikat,” begitu dikatakannya, Senin (16/06/2025).

Ketiadaan mekanisme, modul pembinaan, serta instruksi teknis dari Disdikpora maupun Kemenag menandakan bahwa kebijakan ini belum memiliki fondasi pelaksanaan yang kuat.

Publik kini mempertanyakan, apakah kebijakan tersebut benar-benar ditujukan untuk mencetak generasi Qur’ani, atau sekadar menjadi persyaratan administratif belaka?

Media ini masih menunggu klarifikasi resmi dari Kepala Dinas Pendidikan Kuansing dan Kepala Kantor Kemenag terkait implementasi, pengawasan, dan jumlah siswa yang telah melalui pembinaan khusus hingga memperoleh sertifikat.*(ald)

Penulis: Aldian SyahmubaraEditor: Aldhy Ghani
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *